Oleh: Dr. Muchamad Taufiq, S.H, M.H, CLMA
Dirgahayu Palang Merah Indonesia (PMI) ke 77 Tahun. Tepatnya pada 17 September 1945 PMI didirikan oleh pemerintah RI sebagai kelengkapan negara di bidang kemanusiaan. Sehingga dapat dipastikan bahwa kelahiran PMI tidak lepas dari romantika sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
PMI sebagai organisasi didasarkan pada Undang-Undang No 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan. Kehadiran UU Kepalangmerahan setelah 73 tahun berkiprah untuk Indonesia , tentunya semakin memperkuat kedudukannya sebagai organisasi kemanusiaan.
Tema besar yang diusung pada HUT kali ini adalah PMI `Terus Tebar Kebaikan`. PMI menebarkan kebaikan dengan menjalankan berbagai kegiatan kepelangmerahan yaitu penanganan bencana, penanganan konflik, penyediaan darah yang aman dan sehat, penanganan masalah kesehatan sosial serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembinaan generasi muda dan tugas-tugas kemanusiaan lainnya.
Unit Donor Darah (UDD) PMI berada digarda terdepan untuk melayani masyarakat dalam urusan penyediaan darah yang aman dan sehat.
Pengalaman pada masa pandemi covid-19 menunjukkan eksistensi PMI sebagai organisasi dibidang kemanusiaan serta betapa strategisnya keberadaan UDD PMI di tengah masyarakat.
Saat ini UDD PMI terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan darah melalui aspek perizinan, pencapaian akreditasi dan CPOB BPOM. UDD PMI di Indonesia berjumlah 231 unit (Juli/22) telah memberikan sumbangsih yang luar biasa dalam membantu pemerintah di bidang pelayanan kesehatan masyarakat khususnya penyediaan darah yang aman dan sehat.
Filosofi tugas PMI `Tangan di Bawah dan Tangan di Atas` adalah fungsi strategis dalam menerima bantuan dari masyarakat yang selanjutnya disalurkan ke masyarakat kembali yang membutuhkan baik di dalam maupun di luar negeri/ dengan berpegang pada Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit Merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan dan kesemestaan.
Mengapa PMI selalu diterima masyarakat dengan berbagai kiprah kemanusiaannya? karena PMI menerapkan 7 prinsip dasar Gerakan. Sosialisasi kepalangmerahan menjadi strategis untuk pemahaman 7 prinsip dasar gerakan yang membedakan PMI dengan organisasi lainnya. Tanpa pemahaman dan komitmen mengamalkannya maka roh kegiatan kemanusiaan ini akan sirna.
Peraturan pemerintah No. 7/ 2019 merupakan turunan UU No.1/ 2018 menjelaskan bahwa salah satu tugas kepalangmerahan adalah pembinaan relawan dan menyelenggarakan diklat kepalangmerahan.
Relawan sebagai wadah pemuda berhimpun dalam Palang Merah Remaja (PMR) dan Korps Sukarela/KSR disemua tingkatan Pendidikan. PMR : Mula (SD/MI), Madya (SMP/Mts), Wira (SMA/SMK/MA). KSR di perguruan tinggi sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Guna menjawab kebutuhan generasi muda, keberadaan PMR yang ada disemua tingkatan sekolah perlu dimantapkan keberadaannya baik secara organisasi maupun peningkatan mutunya.
Secara organisasi perlu dikuatkan dengan administrasi dan kelembagaan keberadaan Unit PMR di sekolah (papan nama, struktur organisasi, data pelatih, kewenangan penerbitan kartu anggota dan jadual latihan rutinnya).
Mengapa Unit PMR di sekolah harus diselenggarakan? karena kepalangmerahan adalah salah satu jenis ekrtrakurikulair yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 26 tentang pendidikan nonformal. Sementara permendikbud No. 62/2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menjelaskan 2 jenis ekstrakurikuler wajib dan pilihan.
Setelah UU No. 12/ 2010 tentang Gerakan Pramuka terbit, maka permendikbud No. 62/2014 menjelaskan bahwa ekstrakurikuler wajibnya adalah kepramukaan. Sementara PMR yang telah lama hadir dalam naungan OSIS tidak dijadikan ekstrakurikuler wajib karena masih belum memiliki payung hukum berupa undang-undang.
Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang No.1/ 2018 tentang Kepalangmerahan, dapat dijadikan dasar yuridis untuk merevisi permendikbud No. 62/2014 guna memasukkan kepalangmerahan sebagai ektrakurikuler wajib, hal mana keberadaan PMR telah ada disetiap tingkatan sekolah didalamnya juga menyelenggarakan proses pendidikan dengan muatan kepalangmerahan.
Mengambil norma dari lex posteriory derogate legi priory maka kehadiran UU No.1/2018 dapat menjadi dasar juridis untuk melakukan revisi permendikbud 62/2014.
Dengan menggunakan logika hukum bahwa UU No. 20/2003, UU No. 12/ 2010, dan UU No. 1/ 2018 memiliki substansi Pendidikan, non-partisan dan berbasis di sekolah maka menjadi relevan ketika kepalangmerahan masuk menjadi ekstrakurikuler wajib. Melihat kebutuhan penguatan generasi muda terhadap wawasan kebangsaan, maka merevisi permendikbud 62/2014 menjadi penting.
Sebagaimana kewenangan organisasi maka harmonisasi atas regulasi menjadi domain PMI Pusat. Jika kepalangmerahan menjadi ekstrakurikuler wajib maka pemasalan kepalangmerahan dilingkungan pendidikan akan lebih terstruktur dan mengalami percepatan. Pengembangan kepalangmerahan di lingkungan lembaga pendidikan membutuhkan aturan yang lebih spesialis.
Di era sekarang harus tercipta postur sumber daya manusia yang ihlas dan professional guna mewujudkan pengelolaan organisasi yang transparan dan akuntabel. Kegiatan PMI yang berorientasi pada penguatan kapasitas dan aksi nyata agar dapat melakukan pelayanan terbaik untuk kemanusiaan.
Guna memelihara reputasi organisasi PMI di tingkat nasional dan internasional maka PMI harus mampu menjadi organisasi kemanusiaan terdepan yang memberikan layanan berkualitas kepada masyarakat sesuai dengan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
Sementara itu PMI harus terus meningkatkan integritas dan kemandirian organisasi melalui kerja sama strategis yang berkesinambungan dengan pemerintah, swasta, mitra gerakan, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya di semua tingkatan PMI dengan mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat yang memerlukan bantuan. Per Humanitatem Ad Pacem.
*) Penulis adalah akademisi Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang dan
Ketua Bidang Organisasi PMI Prov. Jawa Timur
Dirgahayu Palang Merah Indonesia (PMI) ke 77 Tahun. Tepatnya pada 17 September 1945 PMI didirikan oleh pemerintah RI sebagai kelengkapan negara di bidang kemanusiaan. Sehingga dapat dipastikan bahwa kelahiran PMI tidak lepas dari romantika sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
PMI sebagai organisasi didasarkan pada Undang-Undang No 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan. Kehadiran UU Kepalangmerahan setelah 73 tahun berkiprah untuk Indonesia , tentunya semakin memperkuat kedudukannya sebagai organisasi kemanusiaan.
Tema besar yang diusung pada HUT kali ini adalah PMI `Terus Tebar Kebaikan`. PMI menebarkan kebaikan dengan menjalankan berbagai kegiatan kepelangmerahan yaitu penanganan bencana, penanganan konflik, penyediaan darah yang aman dan sehat, penanganan masalah kesehatan sosial serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembinaan generasi muda dan tugas-tugas kemanusiaan lainnya.
Unit Donor Darah (UDD) PMI berada digarda terdepan untuk melayani masyarakat dalam urusan penyediaan darah yang aman dan sehat.
Pengalaman pada masa pandemi covid-19 menunjukkan eksistensi PMI sebagai organisasi dibidang kemanusiaan serta betapa strategisnya keberadaan UDD PMI di tengah masyarakat.
Saat ini UDD PMI terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan darah melalui aspek perizinan, pencapaian akreditasi dan CPOB BPOM. UDD PMI di Indonesia berjumlah 231 unit (Juli/22) telah memberikan sumbangsih yang luar biasa dalam membantu pemerintah di bidang pelayanan kesehatan masyarakat khususnya penyediaan darah yang aman dan sehat.
Filosofi tugas PMI `Tangan di Bawah dan Tangan di Atas` adalah fungsi strategis dalam menerima bantuan dari masyarakat yang selanjutnya disalurkan ke masyarakat kembali yang membutuhkan baik di dalam maupun di luar negeri/ dengan berpegang pada Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit Merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan dan kesemestaan.
Mengapa PMI selalu diterima masyarakat dengan berbagai kiprah kemanusiaannya? karena PMI menerapkan 7 prinsip dasar Gerakan. Sosialisasi kepalangmerahan menjadi strategis untuk pemahaman 7 prinsip dasar gerakan yang membedakan PMI dengan organisasi lainnya. Tanpa pemahaman dan komitmen mengamalkannya maka roh kegiatan kemanusiaan ini akan sirna.
Peraturan pemerintah No. 7/ 2019 merupakan turunan UU No.1/ 2018 menjelaskan bahwa salah satu tugas kepalangmerahan adalah pembinaan relawan dan menyelenggarakan diklat kepalangmerahan.
Relawan sebagai wadah pemuda berhimpun dalam Palang Merah Remaja (PMR) dan Korps Sukarela/KSR disemua tingkatan Pendidikan. PMR : Mula (SD/MI), Madya (SMP/Mts), Wira (SMA/SMK/MA). KSR di perguruan tinggi sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Guna menjawab kebutuhan generasi muda, keberadaan PMR yang ada disemua tingkatan sekolah perlu dimantapkan keberadaannya baik secara organisasi maupun peningkatan mutunya.
Secara organisasi perlu dikuatkan dengan administrasi dan kelembagaan keberadaan Unit PMR di sekolah (papan nama, struktur organisasi, data pelatih, kewenangan penerbitan kartu anggota dan jadual latihan rutinnya).
Mengapa Unit PMR di sekolah harus diselenggarakan? karena kepalangmerahan adalah salah satu jenis ekrtrakurikulair yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 26 tentang pendidikan nonformal. Sementara permendikbud No. 62/2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menjelaskan 2 jenis ekstrakurikuler wajib dan pilihan.
Setelah UU No. 12/ 2010 tentang Gerakan Pramuka terbit, maka permendikbud No. 62/2014 menjelaskan bahwa ekstrakurikuler wajibnya adalah kepramukaan. Sementara PMR yang telah lama hadir dalam naungan OSIS tidak dijadikan ekstrakurikuler wajib karena masih belum memiliki payung hukum berupa undang-undang.
Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang No.1/ 2018 tentang Kepalangmerahan, dapat dijadikan dasar yuridis untuk merevisi permendikbud No. 62/2014 guna memasukkan kepalangmerahan sebagai ektrakurikuler wajib, hal mana keberadaan PMR telah ada disetiap tingkatan sekolah didalamnya juga menyelenggarakan proses pendidikan dengan muatan kepalangmerahan.
Mengambil norma dari lex posteriory derogate legi priory maka kehadiran UU No.1/2018 dapat menjadi dasar juridis untuk melakukan revisi permendikbud 62/2014.
Dengan menggunakan logika hukum bahwa UU No. 20/2003, UU No. 12/ 2010, dan UU No. 1/ 2018 memiliki substansi Pendidikan, non-partisan dan berbasis di sekolah maka menjadi relevan ketika kepalangmerahan masuk menjadi ekstrakurikuler wajib. Melihat kebutuhan penguatan generasi muda terhadap wawasan kebangsaan, maka merevisi permendikbud 62/2014 menjadi penting.
Sebagaimana kewenangan organisasi maka harmonisasi atas regulasi menjadi domain PMI Pusat. Jika kepalangmerahan menjadi ekstrakurikuler wajib maka pemasalan kepalangmerahan dilingkungan pendidikan akan lebih terstruktur dan mengalami percepatan. Pengembangan kepalangmerahan di lingkungan lembaga pendidikan membutuhkan aturan yang lebih spesialis.
Di era sekarang harus tercipta postur sumber daya manusia yang ihlas dan professional guna mewujudkan pengelolaan organisasi yang transparan dan akuntabel. Kegiatan PMI yang berorientasi pada penguatan kapasitas dan aksi nyata agar dapat melakukan pelayanan terbaik untuk kemanusiaan.
Guna memelihara reputasi organisasi PMI di tingkat nasional dan internasional maka PMI harus mampu menjadi organisasi kemanusiaan terdepan yang memberikan layanan berkualitas kepada masyarakat sesuai dengan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
Sementara itu PMI harus terus meningkatkan integritas dan kemandirian organisasi melalui kerja sama strategis yang berkesinambungan dengan pemerintah, swasta, mitra gerakan, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya di semua tingkatan PMI dengan mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat yang memerlukan bantuan. Per Humanitatem Ad Pacem.
*) Penulis adalah akademisi Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang dan
Ketua Bidang Organisasi PMI Prov. Jawa Timur